Merdeka belajar merupakan kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Merdeka belajar adalah belajar tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu, serta pembelajaran yang membahagiakan bagi siswa, guru, dan semua orang. Kebijakan merdeka belajar ini dipaparkan oleh Mendikbud RI, Nadiem Makarim dihadapan kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia pada 11 Desember 2019 di Jakarta. Ada empat poin pokok kebijakan merdeka belajar ini, antara lain: penerapan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) diserahkan kepada pihak sekolah, Ujian Nasional (UN) diganti menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sesuai zonasi yang lebih fleksibel. Gebrakan, seperti inilah yang diperlukan dalam sistem dan tatanan pendidikan di Indonesia.
Produk dalam dunia pendidikan itu adalah manusia. Manusia ini yang nantinya akan menjadi penerus generasi bangsa. Mereka disekolahkan bukan hanya untuk menghafal, menjawab soal ujian dan saling berkompetisi untuk memperoleh anggka tertinggi. Mereka bukan produk elektronik yang memiliki daya dan kemampuan yang sama, karena produk tersebut memang diciptakan dan sudah diatur dari pabrik sesuai dengan merek dan tipenya. Peserta didik berbeda dengan produk buatan pabrik mereka berasal dari berbagai latarbelakang dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Salah satu upaya menemukan daya dan kemampuan yang meraka miliki adalah dengan bersekolah. Sangat tidak adil jika kemampuan mereka diukur berdasarkan angka yang mereka peroleh saat ujian. Berpatokan dari angka tersebut, peringkat mereka diurutkan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Sistem pendidikan yang seperti ini yang akan membuat peserta didik secara tidak sadar, tidak lagi mementingkan makna belajar itu sendiri dan hanya fokus mengejar angka. Hal ini akan membuat adanya siswa yang menganggap dirinya bodoh hanya karena angka yang mereka peroleh lebih rendah dari teman yang lainnya. Tak jarang ada anak yang menganggap semua kemungkinan sudah tertutup bagi mereka karena angka yang mereka peroleh tak mencapai standar yang sudah ditentukan. Kalau sudah ada siswa yang berpikiran demikian, artinya belajar tidak lagi membahagiakan tapi membawa tekanan terhadap mereka.
Setiap anak pasti memiliki kelebihan dan kemampuan lebih pada bidang-bidang tertentu. Itulah salah satu fungsi sekolah, membantu mereka untuk menemukan kelebihan tersebut. Jangan sampai sekolah kehilangan maknanya, sekolah adalah tempat bagi peserta didik unruk menjadi manusia yang lebih baik lagi sejalan dengan teori belajar behavior dan tentunya sekolah bukan tempat untuk mengejar angka semata.
Dalam kehidupan nantinya yang terpenting adalah bagaimana caranya mereka bisa menerapkan apa yang telah mereka pelajari, sehingga pembelajaran itu ada makna dan ada gunanya untuk kehidupan mereka. Sejalan dengan konsep merdeka belajar seperti yang disampaikan oleh Nadiem Karim, dalam proses pembelajaran peserta didik dituntut untuk lebih proaktif, peserta didik harus banyak tanya, banyak coba, dan banyak karya. Dengan melakukan ketiga hal tersebut artinya siswa dan guru sudah melakukan elaborasi dalam pembelajaran. Dengan cara belajar demikian, pembelajaran akan berjalan dengan menyenangkan dan tentunya akan membuat peserta didik bahagia dalam belajar.
Merdeka belajar ini bisa direalisasikan dengan merata di semua daerah di Indonesia. Hal ini tentunya butuh dukungan dan peran aktif dari berbagai kalangan. Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi dan pelatihan yang intensif. Sosialisasi dan pelatihan intensif ini pertama kali dapat diberikan kepada para tenaga pendidik yang setiap harinya berhadapan dan berinteraksi dengan peserta didik, serta yang paling tahu kondisi di lapangan. Selanjutnya, tak kalah pentingnya, konsep ini juga harus diajarkan kepada para calon tenaga pendidik yaitu mahasiswa yang sedang kuliah di bidang kependidikan yang akan menjadi penerus tenaga pendidik berikutnya. Tanamkan secara mantap kepada mereka mengenai konsep merdeka belajar ini.
Sejalan dengan motto “merdeka belajar, guru penggerak”, jangan hanya jadikan motto itu sebagai slogan semata. Banyak tenaga pendidik yang masih belum paham dan kebingungan dengan sistem administrasi yang ada. Waktu mereka terbuang untuk mengurus administrasi, mulai dari kenaikan pangkat atau golongan hingga menyusun rencana pelaksanan pembelajaran (RPP), ini baru beberapa kebingungan mereka pada sistem sebelumnnya. Semantara itu, sekarang ada lagi kebijakan baru USBN diserahkan ke pihak sekolah. Bukankan ini menambah daftar kebingungan mereka? Namun jika sosialisasi gerakan merdeka belajar ini bisa dilakukan dengan efektif dan tepat, tentu hal ini akan membantu para tenaga pendidik keluar dari pertanyaan-pertanyaan membingungkan tersebut.
Untuk itu pelatihan konsep merdeka belajar sebaiknya dibentuk tim khusus dan ahli untuk mensosialisasikannya secara merata hingga pelosok negeri. Mulai dari pelatihan penggunaan teknologi dalam pendidikan dan perangkat pembelajaran lainnya. Karena mau tidak mau penggunaan teknologi dalam pendidikan sangat berperan penting. Sehingga semua tenaga pendidik harus melek teknologi tua maupun muda. Pelatihan hendaknya dilakukan secara berkala tidak hanya sekali lalu saja, tapi ada tindak lanjut untuk tahap berikutnya dan ada evaluasi terhadap pelatihan yang sebelumnya, apakah sudah diterapkan dengan tepat. Memang semuanya harus melalui jalan panjang dan rumit tapi semua itu untuk dunia pendidikan Indonesia yang lebih baik, karena tonggak sebuah bangsa itu ada pada pendidikannya.
Banyak negara yang bisa kita jadikan contoh terutama Finlandia dan Korea Selatan, dua negara dengan sistem pendidikan yang cukup bertolak belakang. Dua negara yang unggul dalam pendidikan global. Sistem pendidikan mereka dianggap terbaik karena berhasil mencapai tingkat literasi 100%. Tes analisa dan berpikir kritis, Korea Selatan menempati urutan atas. Jika ingin merubah pendidikan di Indonesia tentu tingkat literasi ini juga perlu menjadi perhatian khusus. Dalam konsep merdeka belajar ini, juga diterapkan penguasaaan literasi baru yakni literasi data, literasi teknologi, dan terakhir literasi manusia dengan tetap mengutamakan pendidikan karakter. Ketiga literasi ini dirasa sangat perlu ditekankan, mengingat kian majunya dunia digital yang akan sangat berpengaruh pada kehidupan manusia kedepannya. Peserta didik dan semua orang dituntut untuk kritis jangan hanya langsung menerima segala informasi, tapi informasi itu perlu dianalisis terlebih dahulu baru kemudian bisa mengambil tindakan mau diapakan informasi tersebut.
Harapan ke depan dunia pendidikan Indonesia akan lebih berkembang dan lebih maju lagi dengan penerapan kebijakan merdeka belajar yang digagas oleh Kemendikbud. Penerapan harus dikonsep dengan mantap, kemudian diwujudkan dalam aksi nyata dengan dukungan dari berbagai pihak. Kalau perlu dijadikan proyek besar-besaran dalam dunia pendidikan. Membuat kerjasama antara Kemendikbud, sekolah, dan perguruan tinggi untuk mengeksekusi proyek ini. Agar dunia pendidikan kita tidak mengalami krisis yang lebih parah lagi ke depannya. Terlebih saudara-saudara kita yang jauh di pelosok negeri. Sudah saat kita merdeka dalam belajar karena hanya orang merdekalah yang belajar.
(*Esai ini juara 1 pada Festival Mursal Esten V Tahun 2020 Cabang Lomba Menulis Esai yang diselenggarakan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa dan Seni UNP* Silvia Andriani Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNDHARI)